Zaman ini adalah zaman "sharring". Zaman ketika segala berita begitu mudah di sebar. Apa yang terjadi di belahan bumi...dalam hitungan detik dapat disebarkan di seantero dunia. Kini jagad raya terasa menjadi sempit dengan kecangggihan tekhnologi yang begitu pesat berkembang.
Zaman ketika sekat-sekat wilayah negara tiada lagi dapat dibatasi di dalam "dunia maya". Zaman canggih ini membuat segala berita yang baik maupun yang buruk menjadi konsumsi semua lapisan manusia.
Islam mengajarkan kita untuk tidak sembarang dalam menyebarkan berita. Semua berita yang sampai pada kita hendaklah disikapi dengan baik dan benar. Ada adab-adab dalam menyampaikan berita diajarkan dalam Islam,yaitu:
Pertama: tatkala anda mendengar berita cek terlebih dahulu kebenarannya. Jangan langsung menyebarkan berita tanpa mengetahui darimana sumber awalnya,siapa yang memberitakan dan siapa-siapa orang yang menyampaikan jalur cerita tersebut. Seandainya salah seorang pembawa berita itu terkenal dengan kefasikannya,atau tidak jelas statusnya dan tidak diketahui hakikat dirinya,maka wajib cerita tersebut di anggap angin lalu dan di buang di lobang sampah. Maka jangan mudah men "share "info apapun sebum memastikan kebenarannya.
Kedua: jika ternyata berita yang disampaikan itu benar karena dinukil dari sumber-sumber terpercaya,pertanyaan berikutnya adalah:layakkah berita yang benar ini disampaikan kepada semua manusia,atau hanya layak disampaikan pada orang tertentu,atau sebaliknya tidak layak untuk di sampaikan karena tiada manfaatnya,atau bahkan menjadi bencana dan mendatangkan kemudaratan yang besar.
Siapa yang menyangkal bahwa berita benar yang disampaikan terkadang menjadi sarana adu domba untuk memutuskan hubungan suci antara suami dengan istrinya; memotong tali silaturrahmi antara seseorang dengan kerabatnya; mencincang-cincang keharmonisan antara yayasan tertentu dengan yayasan lainnya; antara lembaga pendidikan yang satu dengan lembaga pendidikan lannya;antara ustadz yang satu dengan ustadz lainnya,antara media dakwah seperti tv maupun Radio yang satu dengan media dakwah lainnya.
Dengan berita itu,tersulutlah emosi,terbakarlah kemarahan,tercerai-berailah ukhuwwah,hancurlah dakwah, muncul lah fantisme alias ta assub jahiliyyah dan tercabutlah keberkahan.
Dakwah dan hubungan yang terbina dengan mesra hancur berserpih-serpih,bagaikan kaca yang pecah berantakan tak dapat disatukan kembali.
Iblis dan bala tentaranya tertawa terbahak-bahak. Syetan dalam betuk jin dan manusia bertepuk tangan merayakan hari kegembiraan mereka. Musuh-musuh dakwah senyum-senyum simpul dan asset ummat tergadai. Tinggalah dakwah yang dahulu penuh keberkahan dan keharmonisan menjadi kenang-kenangan yang ditangisi sepanjang masa. Suami istripun bercerai, anak-anak terpisah-pisah. Hubungan antara individu da'i terbengkalai.
Inilah hasil dari kebodohan seseorang ketika menukil berita yang dia sangkakan membawa kebaikan dan kemajuan dalam dakwah. Padahal menjadi racun yang membunuh dakwah itu sendiri.
Lebih naif lagi,ketika yang menjadi pemicu perpecahan hanyalah disebabkan dunia yang lebih hina dari satu kepak sayap nyamuk. Disebabkan su uz zhan dengan rahmat Allah yang maha luas,seolah makhluk itu dapat memperebutkan rezeki yang telah diatur Tuhan Pencipta Alam semesta sejak 50.000 tahun sebelum wujudnya petala langit yang tujuh dan bumi yang tujuh.
Apalagi jika perkaranya adalah perkara dakwah yang notabene adalah urusan Allah karena Agama ini milikNya. Mengapa kita harus takut dakwah ini tidak berkibar padahal Dia sendiri yang menjanjikan"sekiranya kalian menolong (agama) Allah niscaya Ia akan menolong kalian...".
Mengapa harus berebut pundi-pundi di bumi sementara milikNyalah segala pundi-pundi kerajaan di Langit dan di Bumi. Tanpa kita dan jerih payah kita..toh Dia akan bela agamaNya.
Kenapa seolah kita merasa lebih hebat dari Dia sehingga merasa tanpa kita dakwah ini akan hancur berantakan,tanpa kita dakwah ini di tinggalkan. Bukankah Dia tidak butuh pada kita,tidak pula butuh dengan segala perangakt dan sarana dakwah yang kita miliki? Sebaliknya kitalah yang butuh denganNya dan dengan mengabdikan diri padaNya.
Kenapa harus ada kecemburuan dan kedengkian ketika Allah ta ala membagi-bagikan rahmatNya kepada siapa-siapa yang Dia kehendaki. Atas dasar apa iri dan hasad itu dibangun kalau bukan di atas pondasi tauhid yang rapuh bernama "riya" dan "ujub"...??.
ketiga: jika memang berita itu membawa manfaat dan menguntungkan dan layak disampaikan....tetapi bukanlah setiap berita yang layak disampaikan itu telah tiba masanya.
Orang bijak adalah orang yang memiliki hikmah dalam bersikap dan berkata-kata. Dia tau kapan haru berkata-kata,dia juga mengerti kapan harus diam. Dia tau kapan kondisi yang layak untuk menyampaikam berita dan kapan kondisi yang harus menunggu moment yang tepat untuk menyampaikannya. Dia paham bagaimana cara menyampaikannya dan mengerti pula kepada siapa ia harus sampaikan.
Tidak tau situasi dan kondisi,tidak mengerti cara menyampaikan dan tidak paham kepada siapa harus disampaikan...akan membuat runyam masalah dan boleh jadi berujung kehancuran dan kebinasaan.
Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang diberikan taufiq dalam menerima berita, menyikapinya dengan arif dan bijak menjadi sarana perekat dakwah dan ukhuwwah...
Semoga Ia menjauhkan kita dari kejelekan diri kita,dari segala sifar riya dan ujub,dan semoga Allah mengampuni segala kesalahan dan kebodohan kita.
Advertisement
0 Response to "Ketika Berita Membawa Bencana"
Post a Comment