Mengunjungi Perkampungan Nelayan Suku Laut

bertam23
Hari itu Jumat 10 Maret 2017, hari sudah menjelang pukul 10.00 wibb, kami masih berada dipasar Tembesi yang terkenal dengan sebutan SP Plaza. Ibu Yulia Muad dan Ibu Elly selesai membayar sembako yang akan di bagikan kepada Mahasiswa Mahad Said Bin Zaid Batam.
Kuputuskan membawa mereka ke pemukiman nelayan suku laut yang terletak di kecamatan Belakang Padang, yaitu ke Pulau Lingke, Pulau Bertam dan Pulau Gara, ketia pulau itu saling berdekatan. Diketiga pulau itu ada masing masing Dai yang tinggal disana, di Pulau Lingke ustadz Beny asal Palembang sudah 4 tahun menetap disana, ada mushala yang kami bangun kecil ukuran 5 x 5 meter terletak persis ditepi laut. Alhamdulillah kini mushala itu sudah direnovasi, bagus baru dicat dan lebih besar dari semula, tidak jauh dari mushala itu berdiri diatas laut rumah panggung ustadz Beny.
Sehari hari ustadz Beny mengajar  mengaji anak anak yang bermukim di Pulau Lingke itu (tertulis pulau Lingka, dialek orang sana menyebut Lingke). Enam tahun yang lalu hampir seluruh penduduk pulau itu terdiri dari non muslim hanya 2 keluarga yang Islam. Setelah berdiri Mushala ada belasan keluarga yang sudah Islam. Malahan Mushala kami didirikan oleh Bang Sam demikian kami menyebutnya seorang non Muslim, tetapi ke semua anak anaknya setelah berkeluarga jadi muslim.
Selalu kalau mampir ke pulau Lingke kami akan mampir terlebih dahulu di rumah Bang Sam, hanya dari situ ada akses jalan pelantar ke darat. Jauh disebelah Selatan terdapat pelantar bagus, jalan menuju sebuah gereja cukup besar, konon gereja itu awal awal yang ada di sekitaran gugusan kepulauan itu.
SMS masuk ke Handphon ku dari ustadz Beny, jangan lupa beli daun jeruk dan asam, serta bumbu untuk asam pedas. Rencana kami makan siang disana, ikan Belanak dan ikan lebam sudah dipesan terlebih dahulu dari Pulau Bulang yang dibawa oleh bang Jasni dengan boat nya, dan boat itulah yang menjemput kami di pelabuhan Sagulung.
Tiga bungkusan gula, kopi dan beberapa barang lainnya disiapkan buah tangan untuk ke-tiga ustadz oleh Bu Elly dan Bu Yulia dari group ekspatriat Singapura.
Sampai di Pulau Lingke hari menunjukkan pukul 11.30 wibb, ternyata ustadz Beny yang kami tuju sudah berangkat ke Pulau Bertam, hari itu ia akan menjadi khatib shalat jumat disana. Pulau Bertam persis didepan Pulau Lingke, bekal untuk dimasak kami tinggalkan di Lingke kami menuju pulau Bertam, kedua ibu ibu singgah di rumah ustadz Hakim, kami yang lelaki menuju masjid untuk shalat jumat.
Boat Ustadz Syamsuddin Tenggelam
Ustadz Hakim (Kisah Ustadz Hakim Dai di Pulau Bertam) sedang disumur menimba air, dan kami wuduk disitu, setelah selesai sholat mampir sebentar ke rumah ustadz Hakim, dan dengar berita boat Ustadz Syamsuddin. tenggelam.
Belum dapat kabar pasti apa ada korban dan bagaimana keadaan mereka yang tenggelam, segera kami putuskan berangkat ke Pulau Gara, sementara ustadz Beny kembali ke Pulau Lingke, ikan yang sudah disiangi segera dimasak.
Pulau Gara, adalah pemukiman nelayan suku laut, hampir semua pemukim disana Islam, dan hanya dua yang bukan yaitu toke ikan. Air sudah mulai surut, disitu dulu ada sebuah mushala diatas laut dari kayu, kini sudah hancur dan dipindah ke darat dibangun semuah masjid permanen oelh LAZ Masjid Raya Batam, dan ustadz Syamsuddin asal Betawi ini sudah menetap hampir sepuluh tahun, isterinya orang Kediri kini dikaruniai anak 3 orang, mengajar jadi guru agama di Pulau Bertam sebagai Guru Honor dari Pemko Batam. Setiap hari berulang alik Gara-Bertam dengan boat kecilnya.
Hari Jumat itu, beliau pulang terlebih dahulu ke Gara karena hendak mempersiapkan proses Shalat Jumat, dan boat nya dibawa anak anak sekolah, yang memang terbiasa membawa boat seperti itu di peraian sana. Tetapi malang namanya anak anak, semuanya merasa sepantaran, saling bercanda tidak mau diam boat itu pun oleh dan tenggelam. Nasib baik semua bisa berenang kebetulan ada yang melihat mereka dan segera datang pertolongan, puluhan anak anak itu selamat semua.
Sepanjang jalan pelantar semen yang baru dibangun oleh pemerintah setempat puluhan meter panjangnya didepan plantar itu rumah rumah penduduk nelayan pulau Gara itu berjejer rapi, ibu ibu sedang menjemur dan mengeringkan buku buku pelajaran anaknya yang basah.
Dari jauh kami lihat ustadz Syamsuddin naik ke atas boat kecil dan kami hampiri, menanyakan kabar beliau. Boat masih didalam laut belum diangkat lagi. Dan bersama kami ustadz Syamsuddin ikut ke Lingke makan siang disana, makan ikan asam pedas masakan ustadz Beny dan ikan goreng Belanak yang dimasak sekali dengan sisik sisiknya.
Entah memang karena lapar dan tiupan angin laut disiang hari itu, ikan Belanak dengan sisik sisiknya dan ikan masak asam pedas habis disantap semua, dengan buah ketimun dan pete.
Kami mampir di pelabuhan tikus Pandan Bahari mengantarkan ustadz Syamsuddin yang hendak ke Batam menjemput anak perempuannya yg bersekolah dan terus ke Pelabuhan Sagulung, kenderaan roda 4 kami parkir disitu, hari sudah menjelang pukul 3 petang, Bu Elly harus segera berangkat ke Jakarta. Dan selesai mengantar bu Elyy ke Bandara Hang Nadim mengantar Bu Yulia ke terminal Ferry Batam Center, Ia pulang ke Singapura.
Datang lagi ya ibu dan rombongan yang lain kita jenguk ustadz-ustadz kita yang mengabdi di Pulau Pulau terpencil.

Advertisement

0 Response to "Mengunjungi Perkampungan Nelayan Suku Laut"

Post a Comment