Kisah Ustadz Hakim Dai di Pulau Bertam


“Haji, kemana saja tidak terlihat di Masjid Raya.” tanya Syarifuddin Direktur Lembaga Amil Zakat (LAZ) Masjid Raya Batam hari Ahad 12 Maret 2017 lalu. Syarifuddin memanggilku dengan sebutan Haji.
Jumat 10 Maret 2017 yang lalu, kami sholat di masjid Pulau Bertam. Tidak banyak jamaahnya hanya belasan orang saja termasuk 4 orang anak anak usia sekolah Dasar.
SONY DSC
Pulau Bertam salah satu tempat pemukiman suku laut, dahulu mereka nomaden, mendiami pinggiran pulau yang terletak di kecamatan Belakang Padang itu, ada sekitar 50 an kepala keluarga sekarang menetap disana, lebih separoh beragama Islam. Ada sebuah masjid kecil, terletak agak keatas bukit. Tak jauh dari masjid itu ada sekolah Dasar.
Kami dari pelabuhan Sagulung naik boat laju sekitar 15 menit sudah sampai, dari pelabuhan tikus Pandan Bahari juga terkadang penduduk berulang alik dari Bertam ke Batam, melalui tongkang tongkang yang sedang diperbaiki.
Dermaga di Pulau Bertam suah diperbaiki, bagus memanjang ke laut sehingga mudah untuk bertambat, beberapa rumah sudah rapi, ada puluhan rumah sudah dibeda di depan rumah itu tertulis besar biaya bantuan untuk bedah rumah itu.
Ada seorang Dai disana asal Banten bernama Hakim, sudah berkeluarga dengan penduduk setempat dan mempunyai anak tiga orang. Beberapa bulan yang lalu ustadz Hakim demikian penduduk disana memanggilnya hijra ke Batam, karena masaalah ekonomi, selama ini untuk mensyarah hidupnya ada bantuan donatur dari negara tetangga Singapura, tetapi sejak duat tahun yang lalu bantuan keuangan itu tidak pernah datang lagi, hanya mengandalkan bantuan dari LAZ Masjid Raya. Taklah cukup untuk membiayai hidup.
Ternyata tidak lah mudah bagi seorang Dai merubah hidup bekerja di pabrik, hanya bertahan 5 bulan ustadz Hakim kembali lagi ke Bertam, sejak sebulan yang lalu. Dan ia terlanjur sudah memutuskan kontrak dengan LAZ Masjid Raya otomatis bantuan pun sudah tidak ada.
Tangkapan ikan sejak menumpuknya galangan kapal didaerah itu, ikan yang selama ini mudah didapat disekitar perairan Bertam sudah enggan bertelur, sebagian penduduk disana kini mencari potongan besi sisa pekerjaan perbaikan kapal.
“Katanya mereka akan bantu lagi” jelas ustadz Hakim, menyebutkan donatur yang pernah membantu dari Singapura. Tetapi kini pemerintah Singapura rada ketat dalam hal transfer uang, apalagi dikaitkan dengan bantuan. Seperti contoh ke ustadz Hakim.
Ustadz Hakim, menimba air dari sumur yang terdapat dipinggiran laut, air nya tawar tetapi tidak terlalu jernih, tidak jauh dari situ ada ada dua kamar tetapi tidak ada lubang toiletnya untuk buang air kecil mengalir saja kelaut, dan kotor sekali dipenuhi dengan sampah. Tidak ada air di Masjid meskipun ada bak penampungan karena tidak turun hujan, terlihat ada instalasi pipa paralon ukuran 1 inchi seperti sumur bor tetapi sudah rusak tidak berfungsi lagi. Jadi kami wuduk dibawah didekat sumur tadi.
Hari masih pukul 11.45 shalat jumat hari itu pukul 12.20 waktu indonesia bagian barat, ustadz Hakim tersenyum kecut, bercerita tentang kehidupannya kepada kami, beberapa waktu yang lalu ia mengikuti seleksi guru honor untuk mengajar agama disekolah yang ada persis di depan rumahnya, tetapi tidak lulus.
“Yang diterima ustadz Syamsuddin dari Pulau Gara” ujarnya. Guru honor seperti ustadz Syamsuddin itu mendapat gaji sekitar 2,5 juta rupiah.
Pulau Gara berdekatan dari Pulau Bertam, pulau itupun didiami suku laut, yang dulu ditempatkan oleh pemerintah. Ada masjid juga, tetapi anak anak sekolah ke Pulau Bertam, dan di depan pulau Bertam ada pulau lagi namanya pulau Lingke, hanya ada mushala Taqwa, ustadz yang ada disitu menjadi khatib berganti ganti ke pulau Bertam dan Gara.
Ustadz Beny dari pulau Lingka, ada bantuan dari AMCF dan ada bantuan dari LAZ Masjid Raya. Itulah yang kami bincangkan tentang dana bantuan untuk para Dai di pulau pulau terluar disekitaran Batam ini dengan Syarifuddin dari LAZ Masjid Raya Batam. Ada tumpang tindih bantuan kepada para Dai, ada yang menerima sampai 4 sumber. Dan ada yang nasib seperti ustadz Hakim ini.
Hal ini pernah kami bicarakan dengan Kantor Agama Kota Batam, dalam hal koordinator bantuan kepada para Dai Dai, ada LAZ ada BAZ dan ada bantuan kepada guru guru TPA, ada yang sudah menjadi guru Honor dan bahkan yang sudah PNS. Perlu adanya peta dakwah dalam menempatkan para Dai.

Advertisement

0 Response to "Kisah Ustadz Hakim Dai di Pulau Bertam"

Post a Comment